Jakarta. Masihkan adakah yang menangis, jika pemimpin Indonesia mati?
Masih adakah yang bersedih, jika pemimpin Indonesia mati? Masih adakah yang
merasa kehilangan, jika pemimpin Indonesia mati? Masih adakah yang berduka,
jika pemimpin Indonesia mati? Masih adakah yang mendo’akan, jika pemimpin
Indonesia mati?
Di Venezuela, ketika Presiden Hugo Chavez mati, berhari-hari rakyatnya menangis. Begitu dalam kesedihan rakyatnya. Begitu dalam duka rakyatnya. Begitu cinta-kasihnya rakyat Venezuela terhadap Hugo Chavez. Mereka berduka untuk pemimpin mereka yang pergi.
Mereka merasa kehilangan. Seperti
seorang anak kehilangan ayahnya. Rakyat Venezuela menganggap Hugo Chavez,
seperti ayahnya. Menjaga,merawat, dan melindungi rakyatnya. Kematiannya
menghiasi halaman depan media-media internasional, dan dikupas profil
pribadinya, dan sangat menarik.
Venezuela bukan negara besar di
kawasan Amerika Latin. Penduduknya berjumlah 29 juta. Venezuela secara
geopolitik, tidak terlalu penting di kawasan itu, dibandingkan dengan Argentina,
atau Brazil. Namun, Hugo Chavez, tetap terpandang, dan mempunyai pengaruh yang
besar di Amerika Latin, dan selalu menjadi perbincangan dikalangan pemimpin
dunia.
Mengapa? Hugo Chavez, adalah
pemimpin Amerika Latin, yang memiliki keberanian, dan sikapnya itu, tak pernah
luruh dan berubah. Sikapnya yang berani itu, semata-mata, karena kecintaannya
kepada tanah air, dan rakyatnya. Hugo Chavez menganut paham ideologi sosialis,
dan mengerti nasib rakyatnya.
Hugo Chavez, satu-satunya pemimpin
Amerika Latin yang secara vokal (terus terang) berani melawan Amerika. Tidak
merasa takut sedikitpun menghadapi Amerika. Hugo Chavez tidak peduli terhadap
negara Amerika sebagai super power. Chavez melakukan kampanye anti Amerika di
Amerika Latin, dan pribadinya mengilhami seluruh gerakan pembebasan di Amerika
menentang hegemoni Amerika.
Venezuela melakukan nasionalisasi
minyak negeri itu dari perusahaan asing, terutama Amerika, dan dikelola oleh
negara itu.Semua asset negara dan sumber daya alam (SDA) Venezuela, diambil
alih oleh negara. Sikap ini diambil oleh Hugo Chavez.
Kekayaan negara hanya diperuntukkan
bagi rakyatnya. Tidak peduli dengan kecaman dari perusahaan raksasa
minyak yang tergabung dalam “The Seven Sisters”, tujuh perusahaan
minyak global, milik Yahudi yang mengeruk keuntungan di Venezuela, dia potong
tangan mereka.
Berulangkali Amerika berusaha
menggulingkan Hugo Chavez melalui kelompok oposisi yang dibiayai oleh Amerika
dengan aksi demonstrasi. Amerika melalui operasi intelijen CIA berusaha
membunuh Hugo Chavez, tetapi gagal. Usaha-usaha mengakhiri kekuasaan Hugo
Chavez tidak berhasil, dan terakhir Chavez terkena kanker, dan
mati. Tetapi, Hugo Chavez, tetap seperti hidup dikalangan rakyatnya, dan
pribadinya tetap memberikan inspirasi.
Kurang dari lima tahun kekuasaan
Hugo Chavez berkuasa di Venezuela, tetapi berhasil mengubah kehidupan
rakyatnya. Rakyatnya yang miskin, dan hidup dengan standar yang sangat rendah,
sekarang berubah. Ekonomi Venezuela lebih baik, dan tingkat income rakyat
Venezuela lebih tinggi, dibandingkan dengan negara Amerika Latin lainnya.
Sekarang bandingkan dengan
Indonesia. Bandingkan antara Venezuela dengan Indonesia. Venezuela
penduduknya tidak sampai 10 juta. Indonesia penduduknya 250 juta. Luas
Indonesia tiga kali daratan Eropa. Memiliki sumber daya alam yang melimpah.
Tak terbatas. Begitu luar biasanya karunia yang diberikan oleh Allah Azza
Wa Jalla kepada bangsa Indonesia. Mereka memiliki pedoman Al-Qur'an dan
As-Sunnah. Apa yang salah dengan bangsa ini?
Mayoritas penduduknya Muslim.
Presiden, Wakil Presiden, Anggota Parlemen, Menteri, Gubernur, Bupati,
Walikota semua Muslim. Luar biasa. Indonesia merupakan negara terbesar di dunia
berpenduduk Muslim.
Tetapi, adakah pemimpin Indonesia
yang memiliki keberanian menentang Amerika dan Barat. Tidak ada. Soekarno
menentang Amerika, tetapi menjadi bagian dari kepentingan Uni Soviet dan RRC.
Soekarno hanya pandai beretorika dan melakukan demagogi, tetapi tidak dapat
membebaskan bangsanya dari keterbelakangan, dan menjadi bangsa mandiri.
Sekarang pemimpin dan calon pemimpin
Indonesia hanyalah tokoh-tokoh yang setia kepada Amerika dan Barat.
Pemimpin dan calon pemimpin Indonesia hanyalah pelayan bagi kepentingan
Amerika, Barat, serta asing. Mereka jenis komprador asing. Mereka hanyalah
menjadi alat penjajah asing, yang menguasai tanah air
Indonesia. Tidak ada diantara pemimpin yang berjiwa nasionalis.
Bahkan, pemimpin yang selalu
meneriakkan nasionalisme, termasuk partai yang mengaku partai nasionalis
sekalipun. Bahkan, ada calon pemimpin (presiden), tanpa malu dan risih, terus
terang mengakui kekaguman dan berkiblat kepada Amerika dan Barat. Inikah
protipe pemimpin Indonesia.
Mereka menyerahkan “wala”
(loyalitasnya) kepada asing, dan mereka tidak berani bersikap “bara” (membenci,
memusuhi, dan memerangi) terhadap asing yang notabene adalah kafir.
Para pemimpin dan tokoh Indonesia
sudah dicabut dari dalam hatinya sikap “saja’ah” (keberanian),
dan yang ada tinggal sikap “mengekor”. Pantas Dr.AM.Saefuddin, sampai
berani mengatakan, “menggigit ekor anjing”, demi mendapatkan apapun,
termasuk kekuasaan. Bisa bersekongkol dengan siapapun dan apapun demi
kekuasaan. Maka, layak Indonesia dijajah, dan dikuasai oleh asing.
Indonesia diperlakukan secara hina,
dan sangat tidak bermartabat, tetapi tidak berani bertindak tegas. Bagaimana
Presiden, Istri Presiden, Wakil Presiden, Menteri-Menteri, alat komunikasinya
disadap oleh asing, tapi tidak berani melakukan tindakan yang tegas. Masih
berdiplomasi. Ini semuanya, karena sikap “saja’ah” sudah dicabut dari
hati para pemimpin dan tokoh Indonesia.
Begitu pula, rakyatnya sudah tidak
lagi memiliki sikap “saja’ah”, dan “furqon”, membiarkan segala
kekufuran, kemusyrikan, kebathilan, kemaksiatan, kesesatan, dan berbagai
fahisah (dosa besar). Mereka nyaman dengan segala bentuk keburukan dan
kebathilan. Tidak berani menentang, dan bersikap bara’ terhadap segala yang
merusak.
Tidak aneh kalau rakyat dan bangsa
yang dhamirnya (perasaan hati) sudah mati, karena dosa, bisa hidup nyaman
dengan berbagai hal yang dibenci oleh Allah dan Rasul Shallahu alaihi wassalam.
Karena mereka sudah tidak lagi menyembah semata kepada Allah Rabbul Alamin.
Wallahu'alam. *mashadi. (voa-islam.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
wilujeng ngawangkong