“Wahai Allah! Berilah dia kemampuan yang
dapat menyampaikan niat baiknya.” (Do’a Nabi Saw.untuk
Thufail.)
THUFAIL
BIN ‘AMR AD adalah kepala kabilah Daus pada masa jahiliyah. Dia termasuk bangsawan
Arab yang terpandang dan seorang pemimpin yang memiliki kharisma serta kewibawaan
yang tinggi dan diperhitungkan orang. Periuknya tidak pernah turun dari tungku.
Pintu rumahnya tidak pernah tertutup bagi orang-orang yang bertanmu. Dia senang memberi makan orang yang kelaparan, lindungi orang yang sedang ketakutan dan membantu setiap penganggur.
Di
samping itu, dia pujangga yang pintar dan cerdas, penyair yang tajam dan berperasaan
halus. Selalu tanggap terhadap yang manis dan yang pahit. Karya mempesona bagikan
sihir
Pada
suatu ketika, Thufail meninggalakan negerinya Tihamah,’ menuju Mekkah. Waktu itu
konfrontasi antara Rasulullah saw. dengan kafir Quraisy semakin nyata.
Masing-masing pihak berusaha memperoleh pengikut atau simpatisan guna
memperkuat golongannya. Untuk itu, senjata Rasulullah saw. hanya mendo’a kepada
Tuhannya, disertai iman dan kebenaran yang dibawanya. Sedangkan kaum kafir
Quraisy menegakkan impian mereka dengan kekuatan senjata, dan dengan segala
macam cara untuk menghalangi orang banyak menjadi pengikut Nabi Muhammad.
Thufail
terlibat dalam kemelut ini tanpa disengajanya, Karena kedatangannya ke Makkah itu
bukan untuk melibatkan diri. Bahkan pertentangan antara Nabi Muhammad dengan
kaum Quraiys belum pernah terlintas dalam pikirannya sebelum itu.
Mengenai
keterlibatannya dalam pertentangan itu, Thufail mempunyai kenang-kenangan yang
tak dapat di lupakannya. Karena itu marilah kita simak ceritanya yang unik berikut
ini:
Kedatangan
saya ke Makkah kali itu mereka sambut agar luar biasa, aku ditempatkan di sebuah
rumah istimewa. Kemudian para pemimpin dan pembesar Quraisy berdatangan menemuiku.
Kata
mereka, “Hal Thufail! Kami sangat gembira Anda datang ke negeri kami, walaupun negeri
kami sedang dilanda kemelut. Orang yang menda’wahkan diri menjadi Nabi itu
(Nabi Muhammad saw.) ternyata telah merusak agama kita, merusak kerukunan kita,
dan memecah persatuan kita semua. Kami kuatir dia akan mempengaruhi Anda pula.
Kemudian dengan kepempimpinan Anda, dipengaruhinya pula kaum Anda, seperti yang
terjadi pada kami.
Karena
itu janganlah Anda dekati orang itu, jangan berbicara dengannya dan jangan pula
mendengarkan kata katanya. Sebab kalau dia berbicara, kata-katanya bagaikan
sihir.
Perkataannya
dapat memisahkan anak dengan bapak, merenggangkan saudara sesama saudara dan
menceraikan isteri dengan suami.”
‘Demi
Allah! Mereka selalu mendampingiku, dan menceritakan hal yang aneh-aneh kepadaku,
kata Thufail. Mereka menakut-nakutiku dan kaumku dengan keajaiban keajaiban yang
pernah dilakukan orang itu. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak mendekati orang
itu, tidak akan berbicara dengannya dan tidak akan mendengarkan apa-apa yang
dikatakannya.
Pada
suatu pagi aku pergi ke masjid hendak thawaf di Ka’bah, dan mengambil berkat dan
berhala-berhala yang kami puja. Hal seperti itu biasa kami lakukan ketika kami
haji. Telingaku kusumbat dengan kapas, Karena aku takut suara Muhammad akan
terdengar olehku. Tetapi ketika masuk ke masjid, ku lihat Muhammad sedang
shalat dalam Ka’bah. Tetapi shalatnya tidak seperti shalat kami, dan ibadatnya
tidak seperti ibadat kami. Aku terpesona melihatnya. Sedikit demi sedikit aku
bergerak menghampirinya tanpa sadar, sehingga akhirnya aku dekat sekali
kepadanya. Agaknya Allah swt menakdirkan supaya aku mendengar apa yang dibacanya.
Memang, ternyata kalimat-kalimat yang diucapkannya sangat indah dan bagus sekali.
Lalu
aku berkata pada diriku, “Betapa celakanya engkau, hai Thufail! Engkau seorang pujangga
dan penyair. Engkau tahu membedakan mana yang indah dan yang buruk. Apa salahnya
kalau engkau dengarkan dia bertutur ? Mana yang baik boleh engkau ambil, mana yang
buruk tinggalkan “Aku bagaikan terpaku di tempat itu sampai Rasulullah pulang.
Lalu kuikuti dia sampai ke rumahnya. Setelah dia masuk, aku pun masuk pula.
Setelah kami duduk, aku berkata kepadanya:
“Ya,
Muhammad! Sesungguhnya kaum Anda berkata kepadaku tentang diri Anda begini dan
begitu. Mereka menakut-nakutjku berhubung dengan urusan agama Anda. Oleh Karenanya
aku menyumbat telingaku dengan kapas agar tidak mendengar perkataan Anda.
Tetapi
Allah menghendáki supaya aku mendengar sesuatu dan Anda. Ternyata apa yang Anda
ucapkan semuanya benar dan bagus. Maka ajarkanlah kepadaku agama Anda itu!”
Rasulullah
mengajarkan kepadaku perihal agama Islam. Dibacakannya surat Al-Ikhlas dan
Al-Falaq. Demi Allah! Belum pernah aku mendengar kalimat-kalimat seindah itu.
Dan belum pernah aku mengenal agama yang lebih baik daripada Islam ini.
Setelah
itu kuulurkan tanganku kepadanya, lalu ku ucapkan dua kalimah syahadat: Sejak
itu aku masuk Islam.
Kemudian
aku menetap di Makkah beberapa lama, mempelajari agama Islam kepada beliau.
Aku
menghafal ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat ku hafal. Ketika aku ber maksud hendak
kembali kepada kaumku, kukatakan ke pada beliau, “ Rasulullah! Aku ini pemimpin
yang dipatuhi oleh kaumku. Aku bermaksud hendak kembali kepada mereka dan
mengajak mereka masuk Islam. Tolonglah do’akan kepada Allah swt., semoga Allah
memberi ku bukti-bukti nyata yang dapat memperkuat da’wahku kepada mereka,
supaya mereka masuk Islam.”
Rasulullah
saw. mendo’a: Di tengah perjalanan pulang, ketika aku sampai di tempat yang
dimuliakan kaumku, keluarlah suatu cahaya di antara kedua mataku seperti lampu.
Aku
mendo’a, “Wahai Allah! Pindahkanlah cahaya ini ke tempat lain, Karena kalau cahaya
imi terletak di antara kedua mataku, aku kuatir kalau-kalau kaumku menyangka
mataku telah kèna tulah Karena meninggalkan agama berhala....”
Maka
dengan izin Allah cahaya itu dipindahkan ke ujung tongkatku, bagaikan sebuah kandil
tergantung. Setelah aku berada di tengah-tengah mereka, yang pertama tama mendatangiku
adalah bapakku sendiri. Beliau sudah berusia lanjut. “Menjauhlah daripadaku!
Aku bukan lagi putera ayah, dan ayah bukan bapakku lagi!”
“Mengapa
begitu, hai anakku? “tanya bapak.
“Aku
telah masuk Islam. Aku adalah pengikut agama Nabi Muhammad saw.,” jawabku.
‘Wahai
anakku! Bagaimana kalau aku masuk agamamu. Supaya agama menjadi agamaku pula?”
tanya bapak.
“Kalau
begitu pergilah Bapak mandi lebih dahulu. Bersihkan badan dan pakaian Bapak. Sesudah
itu kembalilah ke sini, supaya ku ajarkan kepada Bapak apa yang telah ku
pelajari tentang Islam.”
Bapakku
pergi mandi membersihkan badan dan pakaiannya. Sesudah itu kuajarkan kepadanya
tentang Islam, Lalu dia masuk Islam.
Kemudian
datang pula isteriku.
Aku
berkata kepadanya, “Menjauh daripadaku! Aku bukan suamimu lagi, dan engkau tidak
pula isteriku lagi.”
“Mengapa
begitu, hai Thufail?” tanya isteriku heran. “Islam telah memisahkan aku dan
engkau.
Aku
telah masuk Islam dan menjadi pengikut Nabi Muhammad saw.,” kataku menjelaskan
“Bolehlah
aku masuk agamamu?” tanya isteriku.
‘Pergilah
engkau mandi lebih dahulu ke telaga ‘Dzi Syara?” Bersihkan badanmu ditelaga
itu!” kataku.
“Apakah
engkau tidak takut kena tulah ‘Dzi’ Syara?” tanya isteri cemas
“Aku
tidak peduli dengan berhala Dzj Syara-mu itu! Pergilah mandi ke sana! Tempat
itu jauh dari penglihatan orang banyak. Aku menjamin batu-batu yang tidak bisa
apa-apa itu tidak akan berbuat sesuatu yang dapat mencelakanmut” kataku
meyakinkan.
Sesudah
mandi dia datang kembali kepadaku, Maka kuajarkan kepadanya tentang Islam, lalu
dia masuk Islam.
Kemudian
ku ajak seluruh kabilah Daus masuk Islam. Tetapi mereka tidak memenuhi ajakanku,
kecuali Abu Hurairah. Dia memang
paling cepat memenuhi panggilan Islam.
Aku
datang menemui Rasulullah saw. di Makkah bersama-sama dengan Abu Hurairah,”
ucap
Thufail melanjutkan ceritanya.
Rasulullah
saw bertanya, “Bagaimana perkembangan da ‘wahmu, hai Thufail?”
“Hati
kaum ku masih tertutup dan sangat kafir. Sungguh seluruh kaumku, kabilah Daus, masih
sesat dan durhaka,” jawabku.
Rasulullah
saw. pergi mengambil wudhu’, kemudian beliau shalat. Sesudah shalat beliau menadahkan
kedua tangannya ke langit, lalu mendo’a. Pada saat-saat itu Abu Hurairah merasa
kuatir dan takut kalau-kalau Rasulullah mendo ‘akan agar kabilah Daus celaka.”
Tetapi
kiranya Rasulullah mendo’akan sebaliknya “Aflahummanhdi Dausan...!
Allahummmahdi Dausan... ...! Allahummahdi Dausan....!” (Wahai Allah! Tunjukilah
kabilah Dausy....! “) Kemudian beliau menoleh kepada Thufail, lalu bersabda:
‘Pulangkah kepada kabilahmu! Lemah lembutlah terhadap mereka! Dan ajaklah
mereka
masuk Islam dengan bijaksana!”
Sejak
itu hingga Rasulullah hijrah, aku menetap di negeriku dan mengajak kaumku masuk
Islam. Sementara itu telah terjadi perang Badar, perang Uhud, dan perang
Khandaq.
Setelah
itu aku datang kepada Rasulullah saw. membawa delapan puluh keluarga muslim Dausy,
yang kesilamannya tidak disangsikan lagi.
Rasulullah
menyambut gembira kedatangan kami. Beliau memperlengkapi kami secukupnya dan
harta rampasan perang Khaibar.
Kami
bermohon kepada Rasulullah, “Ya, Rasulullah! tempatkahlan kami di “sayap kanan”
pasukan Anda dalam setiap peperangan yang Anda pimpin. Dan kompi muslimin Dausy
ini kami bernama “Kompi Mabrur”
Kata
Thufail, ‘Sesudah itu aku senantiasa mendampingi Rasulullah saw! Dan turut berperang
bersama beliau kemana saja, hingga kota Makkah dibebaskan dan kekuasaan kaum kafir
Quraisy.”
Setelah
pembebasan kota Makkah, aku bermohon kepada Rasulullah, “Ya, Rasulullah!
Izinknlah
aku pergi ke Dzil Kafain, untuk memusnahkan berhala-hala yang ada di sana.
Rasulullah
memberi izin kepada Thufail. Dia berangkat ke tempat berhala tersebut dengan
satu regu tentara dan pasukannya. Sewaktu sampai ke sana dan mereka bersiap
hendak membakar berhala Dzil Kaffain, berkerumunlah kaum laki-laki, perempuan
dan anak-anak sekitar mereka, menunggu-nunggu apa yang akan terjadi. Mereka
menduga akan terjadi petir dan halilintar, bila regu Thufail menjamah berhala
Dzil Kaffain itu.
Tetapi
Thufail dengan mantap meruntuhkan berhala itu disaksikan para pemujanya sendiri.
Beliau menyulutkan api tepat di jantung Dzil Kaffain, sambil bersajak “Hal Dzil
Kaffain! Kami bukanlah pemujamu. Kelahiran kami lebih dahulu dari keberadaanmu.
lnilah aku, menyu1utkan api di jantungmu!”
Setelah
api melalap habis patung-patung Dzil Kaffain, sirna pulalah sisa-sisa kemusyrikan
dalam kabilah Dausy. Seluruh kabilah Daus lalu masuk Islam, dan menjadi muslim sejati.
Thufail
Bin ‘Arrir Ad Dausy senantiasa mendamping Rasulullah saw. sampai beliau wafat.
Ketika Abu Bakar menjadi Khalifah, Thufail dan anak buahnya patuh kepada pemerintahan
Khalifah Abu Bakar. Tatkala berkecamuk peperangan membasmi orang murtad,
Thufail
paling dahulu pergi berperang bersama-sama tentera muslimin memerangi
Musailamah Al-Kadzhzab (Musailamah si pembohong). Begitu pula putera beliau,
‘Amr bin Thu fail, yang selalu tak mau ketinggalan.
Ketika
Thufail sedang dalam perjalanan menuju Yamamah (kawasan tempat Musailamah
nenyebarkan pahamnya yang murtad), dia bermimpi “Aku bermimpi, Cobalah kalian
ta’birkan mimpi ku itu”, kata Thufail kepada sahabat-sahabatnya.
“Bagaimana
mimpi Anda?” tanya kawan
“Aku
bermimpi kepalaku dicukur. Seekor burung keluar dari mulutku, kemudian seorang
perempuan memasukankku ke dalam perutnya. Anakku ‘Amr menuntut dengan sungguh-sungguh
supaya dibolehkan ikut bersamaku. Tetapi dia tak dapat berbuat apa Karena antaraku
dan dia ada dinding.”
Sebuah
mimpi nan indah!” komentar kawan-kawan nya.
Kata
Thufail, “Sekarang, baiklah aku ta’birkan sendiri. Kepalaku dicukur, artinya kepalaku
dipotong orang. Burung keluar dari mulutku, artinya nyawaku keluar dari
jasadku. Seorang perempuan memasukkanku ke dalam perutnya, artinya tanah digali
orang, lalu aku dikuburkan. Aku berharap semoga aku tewas sebagai syahid.
Adapun tuntutan anakku, dia juga berharap supaya mati syahid seperti aku. Tetapi
permintaannya dikabulkan kemudian.”
Dalam
pertempuran memerangi pasukan Musailamah Al-Kadzdazab di Yamamah, sahabat yang
mulia ini, yaitu Thufail Ibnu ‘Amr Ad Dausy, mendapat cidera sehingga dia terbanting
dan tewas di medan tempur.
Puteranya
‘Amr, meneruskan peperangan hingga tangan kanannya buntung. Setelah itu dia
kembali ke Madinah meninggalkan tangannya sebelah dan jenazah bapak nya di
medan tempur Yamamah.
Tatkala
Khalifah ‘Umar bin Khaththab memerintah, ‘Amr bin Thufail (putera Thufail) pernah
datang ke majlis khalifah. Ketika dia sedang berada dalam majlis, makanan pun dihidangkan
orang. Orang-orang yang duduk dalam majlis mengajak ‘Amr supaya turut makan bersama-sama.
Tetapi ‘Amr menolak dan menjauh.
“Mengapa...?
“, tanya Khalifah. Barangkali engkau lebih senang makan belakangan. Mungkin
engkau malu Karena tanganmu itu.” “Betul, ya Amiral Mu’minin! “ jawab ‘Amr.
Kata
Khalifah, ‘Demi Allah! Aku tidak akan memakan makanan ini, sebelum ia kau sentuh
dengan tanganmu yang buntung itu. Demi Allah! Tidak seorang jua pun yang
sebagian tubuhnya telah berada di surga, melainkan hanya engkau.”
Mimpi
Thufail menjadi kenyataan semuanya. Tatkala terjadi perang Yarmuk, ‘Amr bin Thufail
turut pula berperang bersama-sama dengan tentara muslimin. ‘Amr tewas dalam peperangan
itu sebagai syuhada’, seperti yang diharapkan bapaknya.
Semoga
Allah memberi rahmat kepada Thufail dan kepada puteranya, ‘Amr, syahid di medan
tempur Yamamah dan Yarmuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
wilujeng ngawangkong