“Sepantasnyalah setiap kaum muslimin mencium kepada ‘Abdullah bin Hudzafah. Nah Aku yang memulai !“ (‘Umar bin Khatbthab).
Pahlawan
yang kita kisahkan ini, sahabat Rasulullah saw. bernama: ‘ABDULLAH BIN HUDZAFAH
AS—SAHMY.
Sebelumnya
sejarah melewatkannya begitu saja, seperti milyunan orang-orang ‘Arab lainnya.
Tetapi Islamlah yang kemudian menugaskan ‘Abdullah bin Hudzhafah menemui dua orang
raja besar dunia pada zamannya, yaitu Kisra, Maharaja Persia, dan Kaisar Agung,
Maharaja Romawi. Pertemuan ‘Abdullah dengan kedua raja dunia itu abadi
dalam sejarah, dan mewarnai
perjalanan
sejarah itu sèndiri.
Pertemuan ‘Abdullah bin Hudzafah dengan Kisra, Maharaja Persia, terjadi pada tahun keenam Hijriyah, yaitu ketika Rasulullah saw. mulai mengembangkan Da’wah Islam ke seluruh pelosok dunia. Ketika itu beliau berda’wah melalui surat kepada raja-raja ‘Ajam (non Arab), mengajak mereka masuk Islam.
Rasullulah
saw. telah memperhitungkan resiko yang mungkin timbul dalam pekerjaan penting
ini. Para utusan akan diberangkatkan ke negeri-negeri. asing yang belum mereka
kenal selama ini. Mereka tidak paham bahasa negeri-negeri yang mereka tuju, belum
mengenal seluk beluk pemerintahan, sosial, dan budayanya. Tetapi mereka harus
pergi ke sana mengajak raja-raja asing itu meninggalkan agama mereka semula dan
agar mereka menanggalkan kemegahan dan kekuasaaan mereka, untuk tunduk kepada
agama Islam yang dianut oleh suatu bangsa yang kemarin menjadi rakyat taklukan
mereka.
Memang
suatu tugas yang berat dan berbahaya. Pergi ke sana berarti hilang. Kalau toh bisa
kembali, berarti suatu kelahiran baru. Karena itu Rasulullah saw. mengum pulkan
para sahabat, kemudian beliau berpidato dihadapan mereka.
Seperti
biasa, mula-mula Rasulullah saw. memuji Allah swt. dan membaca tasyahhud.
Sesudah
itu beliau berkata: “Sesungguhnya aku telah merencanakan hendak mengirim
beberapa orang di antara kalian kepada raja raja ‘Ajam. Karena itu janganlah
kalian menolak gagasan ku, seperti Bani Israil menolak gagasan Isa bin Maryam.”
Jawab
para sahabat, “Kami senantiasa siap melaksanakan segala perintah Rasulullah.
Kami
bersedia dikirim ke. mana saja dihendaki Rasulullah.”
Rasulullah
menunjuk enam orang sahabat untuk menyampaikan surat beliau kepada raja-raja
‘Arab dan ‘Ajam. Salah seorang di antara mereka ialah ‘Abdullah bin Hudzafah
As-Sahmy, dipilih beliau untuk menyampaikan surat kepada Kisra Abrawiz,
Maharaja Persia.
‘Abdullah
bin Hudzafah telah menyiapkan kendaraannya untuk berangkat. Anak-anak dan
keluarganya dititipkannya kepada para sahabat. Kemudian dia berangkat ke
tujuan, mengemban tugas dan Rasulullah dengan semangat dan tanggung jawab
penuh. Gunung yang tinggi didakinya; lurah yang dalam dituruninya. Dia benjalan
seorang diri, tiada berteman selain Allah swt.
Akhirnya
‘Abdullah bin Hudzafah tiba di ibu kota Persia. Dia minta izin masuk untuk bertemu
dengan Kisra. ‘Abdullah memberitahukan kepada pengawal, bahwa dia utusan Rasulullah
untuk menyampaikan surat kepada Kisra. Pengawal memberi tahu Kisra, ada utusan membawa
surat untuk Baginda.
Kisra
memanggil segala pembesar supaya hadir ke majlis Kisra. Kemudian Kisra mengizinkan
‘Abdullah bin Hudzafah masuk menghadap baginda di majlis yang serba gemilang itu.
‘Abdullah
menghadap dengan pakaian sederhana, seperti kesederhanaan orang-orang Islam,
tetapi kepalanya tegak, jalannya tegap. Dalam tulang belulangnya mengalir
keperkasaan
Islam.
Di dalam hatinya menyala kekuasaan Iman.
Tatkala
Kisra melihat ‘Abdullah menghadap, dia memberi isyarat kepada pengawal supaya
menenima surat yang dibawa ‘Abdullah. Tetapi ‘Abdullah menolak memberikannya kepada
pengawal.
Kata
‘Abdullah, “Jangan...! Rasulullah memerintahkan supaya memberikan surat ini langsung
ke tangan Kisra tanpa perantara Aku tidak mau menyalahi perintah Rasulullah” Kata
Kisra kepada pengawal, “Biarkan dia mendekat kepadaku!”
‘Abdullah
menghampiri Kisra, kemudian surat itu diberikannya ketangan Kisra sendiri.
Kisra
memanggil sekretaris berkebangsaan ‘Arab, berasal dari Hirah.’) Kemudian Kisra memerintahkan
sekretaris itu membuka surat tersebut di hadapan baginda dan menyuruh membacakan
isinya:
“Dan Muhammad Rasulullah, kepada Kisra, Maharaja Kisra.
Berbahagialah siapa yang mengikut petunjuk....”
Baru
sampai di situ sekretaris membaca surat, api ke marahan menyala di dada Kisra. Mukanya
merah, dan urat lehernya membengkak. Hal itu ialah karena Rasulullah menyebut nama
beliau sendiri lebih dahulu sebelum menuliskan nama Kisra. Lalu Kisra merebut
surat tersebut dari tangan sekretaris, dan menyobeknya tanpa mengetahui isi
surat selanjutnya.
Kisra
berteriak, “Berani-berani dia menulis seperti itu kepadaku....! padahal dia budakku...!”
Lalu
diperintahkannya mengusir ‘Abdullah bin Hudzafah dari majlis. ‘Abdullah bin
Hudzafah keluar dan Majlis Kisra. Dia tidak mengetahui apa yang akan terjadi
pada dirinya sesudah itu. Mungkin dia akan dibunuh dan mungkin pula akan tetap
hidup di dunia bebas. Tetapi tidak lama ‘Ab dullah berpikiran begitu, ia pun
berkata kepada dirinya sendiri, ‘Demi Allah! Aku tidak peduli apa pun yang akan
terjadi. Yang penting tugas yang dibebankan Rasulullah kepadaku telah
kulaksanakan dengan baik. Surat Rasulullah telah kusampaikan ke tangan yang
bersangkutan.”
Lalu
dengan sigap dia melompat naik kendaraannya, dan berpacu secepat-cepatnya.
Setelah
kemarahan Kisra Abrawiz agak mereda, diperintahkannya pula para pengawal supaya
menghadapkan ‘Abdullah kembali. Tetapi ‘Abdullah sudah tidak ada di tempat.
Para pengawal mencari ‘Abdullah ke mana mana. Jejaknya pun tidak dapat mereka
temukan. Mereka melacak ‘Abdullah di jalan yang menuju ke Jazirah ‘Arab. Tetapi
‘Abdullah sudah jauh, sehingga tidak mungkin tersusul oleh mereka.
Setibanya
‘Abdullah di hadapan Rasulullah, dilaporkannya segala kejadian yang dilihat dan
dialaminya, dan perbuatan Kisra menyobek surat beliau. Mendengar laporan
‘Abdullah, Rasulullah berkata ‘(Semoga Allah menyobek-nyobek kerajaannya pula!)
Kisra
menulis surat kepada Badzan, wakil baginda di Yanian untuk menangkap Rasulullah,
kemudian membawa beliau ke hadapan Kisra.
Badzan
segera melaksanakan perintah Maharaja Persia yang dipertuan. Badzan mengirim
dua orang yang pilihan untuk menangkap Rasulullah, disertai sepucuk surat untuk
beliau. Surat itu
memerintahkan
Rasulullah agar segera berangkat menghadap Kisra bersama-sama dengan kedua
orang itu tanpa menunggu-nunggu.
Badzan
memerintahkan pula kepada kedua utusannya supaya menyelidiki dengan seksama di
mana Rasulullah berada, agar teliti dalam segala urusan, dan supaya melapor kepadanya
sewaktu-waktu.
Kedua
utusan Badzan segera berangkat. Maka dalam tempo singkat keduanya telah sampai
di Thaif. Di sana mereka bertemu dengan para pedagang suku Quraisy. Keduanya bertanya
kepada mereka di mana Rasulullah berada. Para pedagang mengatakan, “Muhammad berada
di Yatsrib.”
Kemudian
para pedagang itu meneruskan perjalanan mereka ke Makkah. Setibanya di Makkah,
mereka menyiarkan berita gembira kepada penduduk Makkah. Kata mereka, “Tenanglah
kalian...! Kisra akan membunuh si Muhammad, dan melindungi kalian dan kejahatannya.”
Kedua
utusan Badzan terus ke Madinah. Mereka langsung menemui Rasulullah dan menyampaikan
surat Badzan kepada beliau: Kata mereka, Kisra, Maharaja Persia mengirim surat
kepada Raja kami, Badzan, memerintahkan kami menemui Anda. Kisra memerintahkan
kami supaya membawa Anda bersama-sama dengan kami menghadap baginda. Jika Anda
berkenan pergi bersama-sama kami, Kisra mengatakan, itulah yang sebaik-baiknya
bagi Anda, karena baginda tidak akan menghukum Anda. Tetapi jika Anda
mengabaikan perintah Baginda, Anda tentu sudah tahu, baginda sangat berkuasa
untuk membinasakan Anda!”
Rasulullah
saw. tersenyum-senyum mendengar perkataan utusan Badzan. Beliau berkata kepada
mereka, “Sebaiknya Tuan-tuan beristirahat lebih dahulu sampai besok. Besok pagi
Tuan tuan boleh kembali ke sini!”
Besok
pagi kedua utusan itu datang kembali menemui Rasulullah, sesuai dengan janji. Kata
mereka, “Sudah siapkah Anda berangkat bersama-sama dengan kami menemui Kira?”
Jawab
Rasulullah, ‘ tidak dapat lagi bertemu dengan Kisra sesudah hari ini Kisra
telah dibunuh oleh anaknya sendiri “Syirwan”, pada jam sekian, detik sekian,
hari dan bulan itu.”
Kedua
utusan Badzan melihat wajah Rasulullah saw. dengan mata terbelalak keheranan. “Sadarkah
Anda dengan ucapan Anda?” tanya mereka. “Bolehkan kami tulis ucapan Anda itu
untuk Badzan?”
“Silakan...!
Bahkan boleh Tuan-tuan tambahkan, bahwasanya agamaku akan mencapai seluruh
kawasan kerajaan Kisra. Jika Badzan masuk Islam, maka wilayah yang berada di
bawah kekuasaannya akan saya serahkan kepadanya. Kemudian Badzan sendiri
kuangkat menjadi raja bagi rakyatnya.” jawab Rasulullah yakin.
Kedua
utusan Badzan meninggalkan Rasulullah saw. Mereka kembali menghadap Badzan.
Mereka melapor kepada Badzan pertemuannya dengan Rasulullah saw., dan menyampaikan
pesan beliau kepadanya.
Kata
Badzan, “Jika apa yang dikatakan Muhammad itu benar, sesungguhnya dia seorang Nabi.
Jika tidak, ucapannya itu hanya mimpi belaka.” Tidak berapa lama kemudian,
tibalah surat Syirwan kepada Badzan.
Kata
Syirwan, “Kisra telah saya bunuh. Aku terpaksa membunuhnya karena dia menindas
rakyat kami. Para bangsawan kami habiskan. Wanita-wanita mereka kami tawan. Dan
harta benda mereka kami rampas. Maka bila suratku ini telah engkau baca, kamu
dan rakyatmu hendaklah menyatakan tunduk kepadaku!”
Selesai
membaca surat itu, Badzan mengumumkan kepada seluruh rakyatnya, mulai saat ini
dia masuk Islam - Mendengar pengumumannya itu, maka Islam pula segala pembesar
dan orang-orang keturunan Persia yang berada di Yaman.
Itulah
kisah pertemuan ‘Abdullah bin Hudzafah As Sahmy dengan Kisra, Maharaja Persia.
Nah...!
Bagaimana pula kisah pertemuannya dengan Kaisar Agung, Maharaja Rum? Pertemuan
‘Abdullah bin Hudzafah As Sahmy dengan Kaisar Agung, terjadi pada masa pemerintahan
Khalifah ‘Umar bin Khaththab Al-Faruq. Kisahnya merupakan kisah yang amat mengagumkan.
Pada
tahun kesembilan-belas Hijriyah, Khalifah ‘Umar mengirim angkatan perang kaum muslimin
memerangi kerajaan Rum. Dalam pasukan itü terdapat seorang perwira senior, ‘Abdullah
bin Hudzafah As Sahmy, Kaisar Rum telah mengetahui keunggulan dan sifat-sifat
tentara muslimin. Sumber kekuatan mereka ialah Iman yang membaja, dan kedalaman
‘aqidah, serta kebera nian mereka menghadang maut. Mati fisabifflah menjadi
tekad dan cita-cita hidup mereka.
Kaisar
memerintahkan kepada para perwiranya, “Jika kalian berhasil menawan tentara muslimin,
jangan kalian bunuh mereka. Tetapi bawa ke hadapanku!” Ditakdirkan Allah, ‘Abdullah
bin Hudzafah tertawa. ‘Abdullah dibawa mereka ke hadapan Baginda Kaisar.
Kata
mereka, “Tawanan ini adalah sahabat Muhammad. Dia termasuk sahabat senior, dari
kelompok yang pertama-tama masuk Islam. Dia tertawan, lalu kami bawa ke hadapan
Paduka.”
Lama
juga kaisar memperhatikan ‘Abdullah bin Hudzafah. Sesudah itu baru dia berkata,
“Saya hendak menawarkan sesuatu kepada engkau.”
“Apa
yang hendak Anda tawarkan?” tanya Abdullah.
“Maukah
engkau masuk agama Nasrani? Jika engkau mau, saya bebaskan engkau, kemudian
saya beri pula hadiah besar,” kata Kaisar.
‘Abdullah
bernafas dalam-dalam, lalu menjawab: ‘Yaah ...., aku lebih suka mati seribu
kali daripada menerima tawaran Anda,” kata ‘Abdullah mantap.
Kata
Kaisar, “Saya lihat engkau seorang perwira yang pintar. Jika engkau mau menerima
tawaranku, saya angkat engkau menjadi pembesar kerajaan, dan saya bagi
kekuasaan saya dengan engkau.”
‘Abdullah
yang diborgol itu tersenyum. Kemudian ia berkata: “Demi Allah! Seandainya Anda
berikan kepadaku semua kerajaan Anda, ditambah dengan semua kerajaan ‘Arab,
agar aku keluar dari agama Muhammad agak sebentar saja, nescayalah aku tidak
dapat menerimanya.”
Kata
Kaisar, “Kalau begitu, saya bunuh engkau!”
Jawab
‘Abdullah, “Silakan...! Lakukanlah sesuka Anda!”
‘Abdullah
disuruhnya ikat di kayu salib. Kemudian diperintahkannya tukang panah memanah
lengan ‘Abdullah.
Sesudah
itu Kaisar bertanya, “Bagaimana...? Maukah engkau masuk agama Nasrani?” “Tidak!”
kata ‘Abdullah. ‘Panah kakinya!” perintah Kaisar. Maka dipanah orang pula
kakinya.
“Nah! Maukah engkau pindah agama?” tanya
Kaisar membujuk ‘Abdullah tetap menolak.
Sesudah
itu Kaisar menyuruh hentikan siksaan dengan panah, lalu ‘Abdullah diturunkan
dari tiang salib. Kemudian Kaisar meminta sebuah kuali besar, lalu dituangkan minyak
ke dalam dan diletakkan orang di atas tungku berapi. Setelah minyak
menggelegak,
Kaisar
meminta dua orang tawanan muslim. Seorang di antaranya disuruh nya lemparkan kedalam
kuali. Sebentar kemudian, daging orang itu hancur sehingga keluar tulang
belulangnya.
Kaisar
menoleh kepada ‘Abdullah, dan membujuknya masuk Nasrani. Tetapi ‘Abdullah menolak
lebih keras. Setelah Kaisar putus asa, diperintahkannya melemparkan ‘Abdullah
ke dalam kuali. Ketika pengawal menggiring ‘Abdullah ke dekat kuali, ‘Abdullah
menangis.
Para
pengawal mengatakan kepada Kaisar, ‘Dia menangis, Paduka!”
Kaisar
menduga, tentu ‘Abdullah menangis karena takut mati.
Kata
Kaisar, “Bawa dia kembali kepadaku!”
‘Abdullah
berdiri kembali di hadapan Kaisar.
Kaisar
menanyakan apakah ‘Abdullah mau menjadi Nasrani. Dengan Iman yang kokoh kuat,
‘Abdullah tetap menolak bujukan Kaisar.
Kata
Kaisar, “Celaka...! Mengapa engkau menangis?”
Jawab
Abdullah, “Aku menangis karena keinginanku selama ini tidak terkabul. Aku ingin
mati di medan tempur perang fisabillah. Ternyata kini, aku akan mati konyol
dalam kuali.”
“Maukah
engkau mencium kepalaku? Nanti kubebaskan engkau!” kata Kaisar dengan angkuh.
Jawab
Abdullah, “bebas beserta semua kawan-ka wanku tawanan muslim?”
Jawab
Kaisar, “Ya, saya bebaskan engkau berserta semua tawanan muslim.”
‘Abdullah
berpikir sejenak, “Aku harus mencium kepala musuh Allah. Tetapi aku dan kawan-kawan
yang tertawan bebas. Ah.. tidak ada ruginya.”
“Abdullah
menghampiri Kaisar, lalu diciumnya kepala musuh Allah itu.
Sesudah
itu Kaisar memerintahkan para pengawal mengumpulkan semua tawanan muslim untuk
dibebaskan dan diserahkan kepada ‘Abdullah bin Hudzafah.
Setibanya
‘Abduflah bin Hudzafah di hadapan Khalifah ‘Umar bin Khaththab, dilaporkannya kepada
beliau semua yang dialaminya serta pembebasannya berikut sejumlah tentara
muslimin yang tertawan. Khalifah sangat gembira mendengarkan laporan ‘Abdullah.
Ketika Khalifah memeriksa prajurit muslim yang tertawan dan bebas bersama-sama
‘Abdullah, beliau berkata, “Sepantasnyalah setiap orang muslim mencium kepala
‘Abdullah bin Hudzafah. Nah...! Aku
yang
memulai....!”
Khalifah
berdiri seketika itu juga, lalu mencium kepala ‘Abdullah bin Hudzafah As Sahmy.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
wilujeng ngawangkong