"I Love United States with all its faults and consider it as second country"..
Sebuah
ungkapan mendasar tanpa makna, namun anda akan bergeming apabila
ternyata itu ucapan fenomenal Susilo Bambang Yudhoyono, ia mengungkapkan
betapa dalam cintanya pada Amerika Serikat!
Taukah Anda Sisi Menakutkan Dari Susilo Bambang Yudhoyono
Mungkin Anda adalah salah satu dari sekian banyak rakyat Indonesia yang
meremehkan SBY dengan segala stigma yang dilekatkan kepadanya di
media-media nasional yang terkait dengan karakter dan kinerjanya selama
menjadi presiden, misalnya “Jenderal kok peragu”, atau “Jenderal
belakang meja”, atau “SBY lamban seperti kerbau” atau “Jenderal yang
hobi curhat”, dan lain sebagainya.
Akan tetapi kisruh Partai Demokrat yang beberapa bulan lalu diserang
kanan-kiri oleh lawan politiknya dengan tuduhan partai paling korup
telah membuka mata kita semua bahwa SBY tidak selemah penampilannya,
apalagi melihat bagaimana SBY bereaksi dengan mengatakan partai lain
lebih korup dari Demokrat dan dia akan membuktikan hal tersebut, dan
bagaimana hari ini seluruh petinggi partai politik yang menyerang
Demokrat mungkin hanya Hanura yang masih selamat, sebab yang lain mulai
petinggi dari PKS, PPP, Golkar, PDI-P sudah terbongkar kasus
korupsinya, bahkan termasuk skandal seks maupun narkoba mereka.
Terakhir telah terjadi pengejaran dari sisi hukum terhadap Dinasti
Banten yang merupakan pendukung Golkar dan PDI-P.
Dari sisi
karakter atau sifat, tampaknya SBY termasuk dalam orang-orang yang
bersifat plegmatif yang dari luar selalu terkesan peragu, pendiam,
lamban dan perlu didorong. Akan tetapi karakter plegmatif yang terlalu
sering ditekan dapat membalas dengan lebih keras sekali dia membulatkan
tekad bahwa dia telah cukup bersabar dengan para penganggu. Jadi
secara teoritis orang plegmatis hanya tampak lemah di luar tetapi
sebenarnya mereka berkarakter kuat.
Selain itu, kita juga
melupakan bahwa SBY memang bukan jenderal yang ahli pertempuran
lapangan sehingga tidak heran secara wibawa dia kalah dan tampak tidak
setegas dari purnawirawan jenderal lain, katakanlah Prabowo, namun
demikian jenjang karir SBY sebagai intelejen ABRI (sekarang TNI) justru
dapat membuatnya jauh lebih menyeramkan daripada purnawirawan jenderal
lain.
Bangsa kita memang pelupa sehingga melupakan bahwa SBY adalah
lokomotif utama reformasi. Berkat operasi intelejen yang
dilakukannya-lah maka “para pseudo reformis” dapat menjatuhkan Pak
Harto yang saat itu dikawal dua jenderal paling kuat, Wiranto sebagai
mantan ajudan dan Prabowo yang masih menantunya, termasuk dengan
penyebaran press release tanpa izin Wiranto bahwa ABRI sudah tidak
mendukung Soeharto. Jadi “Bapak Reformasi” yang sebenarnya adalah SBY
dan bukan Amien Rais atau yang lain.
penyebaran
press release tanpa izin Wiranto bahwa ABRI sudah tidak mendukung
Soeharto. Jadi “Bapak Reformasi” yang sebenarnya adalah SBY dan bukan
Amien Rais atau yang lain.
Saat
itu dengan hanya bergerak di belakang layar, SBY bukan saja mampu
mendorong jalannya reformasi, akan tetapi juga mengambil kesempatan
dari rivalitas antara Wiranto dan Prabowo untuk kemudian memetik
hasilnya sehingga sanggup menjadi presiden Indonesia sebanyak dua
periode dan membangun Dinasti Cikeas.
Dari sisi apapun jelas
operasi senyap yang dilakukan intelejen lebih efektif dan efisien
daripada operasi terbuka. Terbukti mayoritas lawan politik SBY hari ini
mulai dibungkam melalui serangkaian operasi intelejen senyap yang mana
tanpa mereka duga tiba-tiba mereka ditangkap oleh KPK atau aparat
lain.
Kisruh MK hari ini membuktikan pameo bahasa Inggris yang
mengatakan “don’t judge book by it cover” dan bisa dibilang sejauh ini
SBY adalah satu-satunya pewaris dinasti intelejen militer Indonesia
yang pernah terkenal dan menjadi momok bagi sebagian rakyat Indonesia
mulai dari Zulfikli Lubis, Ali Moertopo, sampai Benny Moerdani. -
Demi mengejar kekuasaan pribadi dengan menggadaikan SDA negara untuk kekuasaan dan menikam 3 Presiden sebelumnya, yakni Suharto, Gus Dur dan Megawati.
"Salam sandiwara bangsa" [Ahmad/Ridwan S/voa-islam.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
wilujeng ngawangkong