Lahir : Surakarta, Jawa Tengah, 26 April 1944
Pekerjaan : Ketua MPR RI (1999-2004)
Orang tua : Syuhud Rais dan Sudalmiyah
Istri : Kusnariyati Sri Rahayu
Pendidikan:
- George Washington University (postdoctoral degree, 1988-1989)
- Chicago University, Chicago, USA (gelar Ph.D dalam ilmu politik 1984)
- Al-Azhar University, Cairo, Mesir (1981)
- Notre Dame Catholic University, Indiana, USA (1974)
- Fakultas Sosial Politik Universitas Gajah Mada (lulus 1968)
Perjalanan karir:
- Ketua MPR (1999-2004)
- Ketua Umum Partai Amanat Nasional, 1999
- Ketua Muhammadiyah (1995-2000)
- Anggota Grup V Dewan Riset Nasional (1995-2000)
- Peneliti Senior di BPPT (1991)
- Direktur Pusat Kajian Politik (1988)
- Wakil Ketua Muhammadiyah (1991)
- Asisten Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (1991-1995)
- Pengurus Muhammadiyah (1985)
- Dosen pada FISIP UGM (1969-1999)
Karya/Penelitian:
- Prospek Perdamaian Timur Tengah 1980-an [Litbang Deplu RI]
- Perubahan Politik Eropa Timur [Litbang Deplu]
- Kepentingan Nasional Indonesia dan Perkembangan Timur Tengah 1990-an [Litbang Deplu]
- Zionisme: Arti dan Fungsi [Fisipol, UGM]
Buku-buku:
- Melawan Arus: Pemikiran dan Langkah Politik Amien Rais [Jakarta: Serambi, 1999]
- Amien Rais Menjawab Isu-isu Politik Kontroversialnya, [Bandung: Mizan, 1999]
- Amien Rais Sang Demokrat [Jakarta: Gema Insani Press, 1998]
- Suara Amien Rais, Suara Rakyat [Jakarta: Gema Insani Press, 1998]
- Membangun Kekuatan di Atas Keberagaman [Yogyakarta: Pustaka SM, 1998]
- Membangun Politik Adiluhung: Membumikan Tauhid Sosial, Menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar [Bandung: Zaman Wacana Mulia, 1998]
- Tauhid Sosial, Formula Menggempur Kesenjangan [Bandung: Mizan, 1998]
- Melangkah Karena Dipaksa Sejarah, [Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998]
- Mengatasi Krisis dari Serambi Masjid, [Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998]
- Suksesi dan Keajaiban Kekuasaan, [Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997]
- Refleksi Amien Rais, Dari Persoalan Semut Sampai Gajah, [Jakarta, Gema Insani Press, 1997]
- Visi dan Missi Muhammadiyah, [Yogyakarta: Pustaka SM, 1997]
- Demi Kepentingan Bangsa [Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996]
- Tangan Kecil [Jakarta: UM Jakarta Press, 1995]
- Moralitas Politik Muhammadiyah [Yogyakarta: Penerbit Pena, 1995]
- Keajaiban Kekuasaan [Yogyakarta: Bentang Budaya-PPSK, 1994]
- Timur Tengah dan Krisis Teluk [Surabaya: Amarpress, 1990]
- Politik Internasional Dewasa Ini [Surabaya: Usaha Nasional, 1989]
- Cakrawala Islam, Antara Cita dan Fakta [Bandung: Mizan, 1987]
- Tugas Cendekiawan Muslim [Terjemahan Ali Syariati], [Yogyakarta: Salahuddin Press, 1985]
- Politik dan Pemerintahan di Timur Tengah [PAU-UGM]
- Orientalisme dan Humanisme Sekuler [Yogyakarta: Salahuddin Press, 1983]
Alamat Rumah:
Jl. Pandean Sari II No.5
Rt.003/55 Condong Catur
Depok-Sleman Yogyakarta
Rt.003/55 Condong Catur
Depok-Sleman Yogyakarta
Pusat Data Tokoh Indonesia
'King Maker' Pentas Politik Nasional
Partai Amanat Nasional mendeklarasikan pasangan Amien Rais dan Siswono
Yudo Husodo sebagai calon presiden dan wapres hari Minggu 9 Mei 2004 di halaman
belakang Gedong Joeang 45, Jakarta. Dwitunggal yang disebut sebagai
koalisi agamis-nasionalis dan nasionalis-agamis itu bertekad membangun
kedamaian dan menuntaskan reformasi.
Selain itu,
dwitunggal ini juga disebut sebagai pemimpin yang berani, jujur dan amanah.
Pada acara deklarasi ini, juga dibacakan garis besar platform Amien Rais Siswono yang bertajuk
'Akselerasi Kemajuan Bangsa 2004-2009.
Kiprah Prof. Dr. M. Amien Rais dalam pentas politik
nasional cukup fenomenal. Kendati Partai Amanat Nasional (PAN) yang
dipimpinnya, hanya mendapat tujuh persen suara pada Pemilu 1999, ia mampu
menjadi king maker pentas politik nasional dan menjadi Ketua Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) bahkan nyaris pula jadi presiden pada SU-MPR 1999.
Kini, mantan Ketua Umum Muhammadiyah itu menjadi salah satu
kandidat kuat calon presiden yang berpeluang memenangi Pemilu Presiden 2004.
Pada awal bergulirnya reformasi, putera bangsa
kelahiran Solo, 26 April 1944, ini didaulat berbagai kalangan aktivis sebagai
Bapak Reformasi. Ia menonjol dengan berbagai aktivitas dan
pernyataan-pernyataan yang cerdas dan keras ketika itu. Memang, sejak awal
bergulirnya reformasi yang digerakkan oleh para mahasiswa, Amien Rais sudah menyatakan diri ingin
mencalonkan diri sebagai presiden. Suatu pernyataan yang tergolong amat berani
sebelum lengsernya Pak Harto.
Pencalonan dirinya menjadi presiden itu, bukanlah
semata-mata didorong hasrat untuk berkuasa, melainkan lebih didorong
keprihatinannya atas penderitaan rakyat akibat kesalahan kepemim-pinan nasional
yang otoriter dan korup. Ia melihat, keterpurukan bangsa ini harus diperbaiki
mulai dari tampuk kekuasaan.
Obsesi inilah yang mendorong Guru Besar
Universitas Gajah Mada ini mendirikan PAN bersama-sama dengan para tokoh
reformis lainnya. Sebuah partai terbuka berasas Pancasila dan berbasis utama Muhammadiyah. Namun suara yang
diperoleh PAN pada Pemilu 1999 tidak cukup signifikan untuk mengantarkannya ke
kursi presiden untuk dapat mengendalikan upaya pewujudan tujuan reformasi
total.
Kini, PAN sudah lebih siap untuk bersaing dalam
Pemilu Leigslatif dan Pemilu Presiden 2004. Partai ini bertekad untuk
mengantarkan Amien Rais menjadi Presiden RI 2004-2009 melalui Pemilu Presiden
2004. Para fungsionaris partai ini diyakini banyak pihak mempunyai kemampuan
menggalang kekuatan beraliansi dengan partai-partai lain untuk memenangi Pemilu
Presiden 2004 itu.
PAN dinilai banyak kalangan sebagai partai masa
depan dan reformis yang memiliki 'keunikan' dibanding beberapa partai lain.
Partai ini adalah partai terbuka (kebangsaan) tetapi berkompeten
mengatasnamakan (menyuarakan) aspirasi Islam. Suatu partai yang dinilai sangat
ideal untuk Indonesia masa depan.
Sementara, Amien Rais tampak tampil sebagai
personifikasi dari PAN. Ia memiliki 'keunikan' serupa dengan partai yang
didirikan dan dipimpinnya ini. Ia seorang tokoh berjiwa kebangsaan yang
berlatarbelakang dan memiliki kedalaman religi Islam yang taat. Ia seorang
cendekiawan muslim yang berjiwa kebangsaan. Seorang yang sejak kecil diasuh
dalam keluarga Muhammadiyah yang taat. Seorang tokoh
yang berkompeten hadir dalam eksisistensi kebangsaan sekaligus kompeten dalam
eksistensi keislaman. Sehingga pantas saja ia dijagokan sebagai calon presiden
terkuat untuk bersaing dengan calon-calon presiden lainnya.
Kepiawian Berpolitik
Kepiawiannya berpolitik juga sudah terbukti.
Kendati partai yang dipimpinnya bukan pemenang Pemilu 1999, tapi peranannya
dalam pentas politik nasional sangat menonjol. Sehingga ia pantas digelari
sebagai King Maker Pentas Politik Nasional.
Kecerdasannya menggalang partai-partai berbasis
Islam membentuk Poros Tengah, suatu bukti kepiawiaannya berpolitik. Pembentukan
Poros Tengah ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kericuhan dan
perpecahan bangsa, sebagai akibat kerasnya persaingan perebutan jabatan
presiden antara BJ Habibie (Partai Golkar) dengan
Megawati Sukarnoputri (PDIP).
Dan, memang Poros Tengah secara gemilang berhasil
merubah konstalasi politik nasional secara signifikan. Amien Rais tampak
berperan sebagai play maker bahkan king maker dalam berbagai manuver politik
Poros Tengah yang berpengaruh luas dalam pentas politik nasional. Ia jauh lebih
berperan dari pimpinan partai politik (PDIP, Partai Golkar, PPP dan PKB) yang
meraih suara lebih besar dibanding PAN pada Pemilu 1999.
Salah satu manuver politik Amien Rais (dengan
mengangkat bendera Poros Tengah) yang dinilai banyak orang sangat brilian
adalah pernyataannya menjagokan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai calon presiden. Manuver
ini berhasil melemahkan kekuatan Megawati, sebagai calon kuat presiden ketika
itu, karena berhasil menarik PKB dari koalisinya dengan PDIP. Tetapi juga
sekaligus melemahkan kekuatan BJ Habibie, yang sebenarnya tidak
diinginkan beberapa elit politik partai berbasis Islam yang tergabung dalam
Poros Tengah, seperti PPP dan PBB.
Bahkan, justeru BJ Habibie yang terlebih dahulu --
secara tidak langsung -- terkena dampak manuver politik Poros Tengah. Laporan
pertangungjawaban Habibie ditolak SU-MPR 1999, yang memaksanya
secara etika politik mengurungkan pencalonan presiden.
Mundurnya BJ Habibie membuka peluang kepada Amien Rais, Akbar Tanjung, Hamzah Haz, dan Yusril Ihza Mahendra ikut dalam bursa calon presiden. Dalam pertemuan di kediaman BJ Habibie, pada malam setelah LPJ-nya ditolak MPR, nama keempat pemimpin partai ini dibahas sebagai calon presiden pengganti BJ Habibie. Dan, terakhir Amien Rais yang lebih diunggulkan.
Mundurnya BJ Habibie membuka peluang kepada Amien Rais, Akbar Tanjung, Hamzah Haz, dan Yusril Ihza Mahendra ikut dalam bursa calon presiden. Dalam pertemuan di kediaman BJ Habibie, pada malam setelah LPJ-nya ditolak MPR, nama keempat pemimpin partai ini dibahas sebagai calon presiden pengganti BJ Habibie. Dan, terakhir Amien Rais yang lebih diunggulkan.
Hampir saja Amien Rais resmi menjadi calon
presiden yang dijagokan Poros Tengah dan Golkar. Tetapi Amien Rais tidak mau gegabah.
Kendati peluangnya menjadi calon kuat presiden telah terbuka, ia ingin
melakukannya dengan lebih elegan.
Ia ingin berbicara lebih dulu dengan Gus Dur. Ia butuh dukungan Gus Dur, sama seperti ia mengalah-kan
Matori Abdul Jalil untuk merebut jabatan Ketua MPR. Apalagi Amien Rais telah
secara terbuka menyatakan bahwa ia dan Poros Tengah akan mencalonkan Gus Dur
menjadi presiden. Sehingga betapa pun kuatnya dorongan agar ia men-jadi
presiden, ia tidak mau gegabah. Ia punya etika dan moral politik.
Maka ketika Gus Dur telah mendahului secara resmi
dicalonkan PKB untuk merebut kursi presiden, Amien Rais tidak mau bersaing
mencalonkan diri. Ia dan Poros Tengah mendukung pencalonan Gus Dur. Sehingga
jadilah Gus Dur, dengan kesehatan jasmani yang sudah terganggu, terpilih
menjabat presiden menga-lahkan Megawati Sukarnoputri pemimpin partai pemenang
Pemilu (35%).
Poros Tengah yang dimotori Amien Rais berhasil
merubah konstalasi politik nasional secara signifikan. Poros Tengah berhasil
meredam kemungkinan terjadinya kericuhan antara dua kekuatan pendukung Megawati
dengan BJ Habibie, yang berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa. Poros
Tengah berhasil mengantarkan KH Abdurrahman Wahid ke singgasana
presiden. Kendati Abdurrahman Wahid dalam banyak
hal sering berbeda pendapat dengan prinsip yang dianut para elit politik Poros
Tengah.
Itu semua tidak terlepas dari kepiawian Amien
Rais. Dengan hanya mendapat tujuh persen suara pada pemilu 1999, Partai Amanat
Nasional (PAN) yang dipimpinnya mampu mewarnai peta politik setelah tumbangnya
rezim Orde Baru. Tidak sedikit pujian yang
kemudian dialamatkan kepadanya.
Menanggapi puji-pujian ini ia sendiri hanya
mengatakan, "Apa yang saya lakukan itu semata-mata untuk kepentingan
bangsa dan negara tercinta. Saat itu bangsa ini berada di ambang kehancuran.
Untuk mencegahnya maka ditawar-kan Poros Tengah sebagai alternatif.
Alhamdulilah, tawaran itu mendapat sambutan cukup baik dari sebagian besar
kalangan," katanya.
Itulah Amien Rais. Ia piawai dalam memanfaatkan
situasi. Canggih dalam menciptakan peluang, bahkan mampu memaksimalkan sumber
daya yang ada, meskipun kecil, untuk meraih hasil yang jauh lebih besar.
Hubungan Amien Rais dan Poros Tengah dengan Gus
Dur, pada awal pemerintahan Gus Dur, terkesan sangat baik. Amien Rais bahkan
merupakan satu dari empat orang yang dimintai tolong oleh Gus Dur untuk
menyusun kabinetnya, yang sering disebut sebagai kabinet yang paling
kompromistis dalam sejarah Indonesia.
Tetapi sayang, seiring berjalannya waktu,
hubungan antara Gus Dur dan Amien Rais merenggang. Kekuatan Poros Tengah yang
dulu mendukung Gus Dur, mulai merasa tak dihargai. Gus Dur cepat lupa kepada
mereka yang memungkinkannya jadi presiden. Gus Dur kembali dalam habitatnya,
dan sering kontroversial.
Keretakan
makin mencuat terutama setelah Gus Dur memecat Hamzah Haz dari jabatan Menko Kesra.
Poros Tengah merasa dilukai. Poros Tengah berbalik arah menggalang kekuatan
dengan PDIP dan Golkar yang juga sudah merasa dilecehkan Gus Dur. Akhirnya,
pada Juli 2001 Gus Dur pun diturunkan dari kursi presiden dan Megawati naik
menggantikannya. Dalam proses ini, Amien Rais juga memain-kan peranan yang
cukup besar.
Karir politik Amien Rais, mulai mencuat setelah semasa
rezim Orde Baru ia berkesempatan memimpin
Muhammadiyah (1995-2000). Kesem-patan itu diperoleh setelah ia menjabat Wakil
Ketua Muhammadi-yah dan Asisten Ketua Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia (ICMI) 1991-1995. Kemudian menjadi Ketua Dewan
Pakar ICMI.
Ia mulai
secara terbuka berseberangan dengan Soeharto, setelah Soeharto mencoret namanya
dari daftar calon Anggota MPR 1997 bersama Adi Sasono yang diajukan oleh BJ
Habibie. Sejak itu, ia me-nunjukkan kualitas yang sesungguh-nya. Bahwa ia bukan
orang karbitan. Ia punya kemampuan untuk menjadi pemimpin nasional.
Seiring bergulirnya reformasi, ia pun sering
mengeluarkan komentar-komentar kritis kepada Soeharto. Sehingga doktor ilmu
politik ini juga berperan besar seputar proses reformasi yang menjatuhkan
kekuasaan presiden kedua Republik Indonesia itu.
Salah seorang tokoh pendeklarasi ICMI ini bersatu dengan mahasiswa menuntut
turunnya Soeharto dari singgasana yang telah dinikmatinya selama 32 tahun.
Setelah Soeharto jatuh, Amien Rais bahkan sempat seperti alergi menyebut nama
panggilan Pak Harto. Ia selalu menyebut Soeharto
tanpa embel-embel Pak, sebagaimana lazimnya Suharto dipanggil. Kendati untuk
hal ini, ia dianggap beberapa orang terlalu emosional.
Bukan saja manuver politiknya yang menarik dan
seringkali berhasil mencapai konsensus, tetapi juga ia menjadi tokoh politik
yang relatif bersih dari gosip kotor. Hanya
pernah satu kali ia digosipkan oleh orang tertentu sebagai orang yang membuat
terpidana Zarima hamil. Tetapi tuduhan itu dibantah keras. Publik pun tidak
mudah percaya atas gosip murahan itu. Zarima, si ratu ekstasi pun angkat bicara
bahwa ia tidak pernah berhubungan dengan Amien Rais.
Ketika gosip ini digulirkan, isterinya
Kusnasriyati Sri Rahayu, menunjukkan kualitas pribadinya sebagai seorang ibu
yang bijak. Ia tak mudah diterpa gasip yang diyakini digulirkan orang tak
bertanggung jawab itu.
Apresiasi publik semakin meningkat kepada tokoh yang memiliki integritas
diri yang kuat dan utuh ini. Salah satu, atas sumbangan dan kepiawian Amien di
bidang sosial-politik, masyarakat adat Banuhampu, Padang Luar, Bukittinggi,
Sumatera Barat, menganugerahkan gelar "Tuanku Panghulu Alam Nan Sati"
yang artinya lebih kurang Pemimpin Alam yang Sakti. Buat Amien, gelar Tuanku
Panghulu Alam Nan Sati, itu merupakan anugerah besar. Ketika menyampaikan
pidato sam-butan, Ketua Umum PAN itu merasa akan dapat berdiri sejajar dengan
raja-raja di Jogjakarta dan Solo.
"Di Jogja ada dua raja, Hamengku Buwono dan
Paku Alam. Di Solo ada Paku Buwono dan Mangkunegara. Jadi, kalau saya nanti
kembali ke Jogya atau Solo, saya juga sudah punya gelar. Tidak sembarang orang
bisa terima gelar ini," kata Amien Rais menyambut penghargaan itu.
Gelar itu diberikan kepada Amien karena banyak
rakyat Minangkabau bersimpati atas kepemimpinannya selama ini. Di samping tentu
saja karena PAN yang dipimpinnya sudah dikenal masyarakat Sumatera Barat.
Bahkan, partai itu mampu meng-ungguli PDI-P dan Partai Golkar di Padang, ibu kota
Sumatera Barat.
Gerakan & Organisasi
Sebelum berkecimpung dalam dunia politik praktis,
Amien Rais mengabdikan dirinya sebagai Guru Besar di Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta. Di UGM, ia mengasuh mata kuliah Teori Politik Internasional serta
Sejarah dan Diplomasi di Timur Tengah. Ia juga dipercaya mengajar mata kuliah
Teori-teori Sosialisme. Yang paling menyenangkannya adalah mata kuliah Teori
Politik Internasional. Di Fakultas Pascasarjana UGM ia dipercaya memegang mata
kuliah Teori Revolusi dan Teori Politik.
'Selain menjabat Ketua Umum DPP Muhammadiyah, ia
juga mengelola Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan [PPSK], suatu lembaga
pengkajian dan penelitian di bawah yayasan Mulia Bangsa Yogyakarta. Salah satu
raison d'etre kelahiran PPSK adalah keprihatinan masih terbatasnya hasil-hasil
pengkajian yang menyangkut masalah-masalah strategis dan kebijakan yang
berorientasi pada masyarakat lemah.
Lembaga pengkajian ini diharapkan dapat
memberikan konstribusi pemikiran yang meliputi: Pertama, identifikasi
permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan.
Kedua, analisa yang akurat mengenai berbagai kecenderungan global di bidang
sosial-budaya, agama, ekonomi, politik dan iptek serta dampaknya pada bangsa
Indonesia. Ketiga, usulan pemecahan terhadap berbagai persoalan bangsa
berdasarkan telaah strategis dan kebijakan yang realistis dan matang. Berbagai
produk pemikirannya dipublikasikan lewat majalah Prospektif, yang terbit tiga
bulan sekali.
PPSK ini
memiliki peran besar dalam membidani lahirnya ICMI. Di kantor PPSK inilah
pertama kali konsep ICMI digodok, kemudian dibawa ke Wisma Muhammadiyah di
Tawangmangu, Solo, untuk disempurnakan. Setelah itu baru dibawa ke Malang. Sejumlah
tokoh penting bergabung di lembaga ini, di antaranya: Moeljoto Djojomartono,
Soedjatmoko, Ahmad Baiquni, Kuntowijoyo, Bambang Sudibyo, Umar Anggara
Jenie, Ichlasul Amal, Yahya A. Muhaimin, Affan Gafar, A. Syafi'i Maarif, dan
Amien Rais yang dipercaya untuk memimpinnya.
Masyarakat ilmiah mengenal dan sangat
memperhitungkan lembaga ini, selain karena produk-produk pemikirannya, juga
karena kredibilitas keilmuan dan reputasi tokoh-tokohnya. Namun masyarakat luas
baru mengetahuinya setelah terjadinya dua peristiwa yakni meninggalnya Dr.
Soedjatmoko, saat berceramah di hadapan teman-temannya di kantor PPSK, sehingga
hampir semua media massa di tanah air memberitakan peristiwa kematiannya; dan
pertemuan antara Arifin Panigoro dan kawan-kawan
dengan kelompok PPSK yang diselenggarakan di Hotel Radison, Yogyakarta, 5
Februari 1998.
Pertemuan ini kemudian dikenal dengan istilah
"kasus Radison" dan menjadi polemik panjang yang mewarnai media massa
waktu itu. Karena rezim Soeharto menuduh pertemuan ini sebagai upaya
"makar" terhadap pemerintah Orde Baru. Sebetulnya acara tersebut
merupakan acara rutin dan bersifat akademis dengan tema reformasi yang meliputi
reformasi politik, reformasi ekonomi, dan reformasi hukum. Beberapa orang yang
hadir dalam pertemuan itu sempat dimintai keterangan oleh pihak berwajib,
bahkan Arifin Panigoro sempat menjadi
tersangka.
Sejak belia, mantan Ketua Dewan Pakar ICMI ini
sudah terlibat dalam berbagai gerakan. Kecintaannya pada organisasi diawali
dari keterlibatannya di pandu Hizbul Wathon. Ia dipercaya oleh teman-temannya
untuk memimpin sebuah regu yang terdiri dari tujuh orang yang diberi nama regu
Rajawali. Regu yang dipimpinnya selalu memenangkan berbagai perlombaan, seperti
lomba tali-temali, morse, membuat jembatan, sampai pada lomba masak-memasak.
Di sinilah
Amien kecil mulai menyadari kekuatan kebersamaan dan makna kepemimpinan. Ketika
menjadi mahasiswa, ia termasuk salah seorang pendiri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
[IMM]. Ia juga pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Islam [HMI], dan pernah
dipercaya untuk menduduki jabatan sekretaris Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam
[LDMI] HMI Yogyakarta.
Di samping kegandrungannya berorganisasi, ia juga
sudah aktif menulis artikel sejak belia. Ketika mahasiswa, ia menjadi penulis
kolom yang tajam dan produktif. Sehingga ia pernah dianugerahi Zainal Zakse
Award oleh tabloid mingguan Mahasiswa Indonesia yang terbit di Bandung dan
Harian Kami di Jakarta, koran mahasiswa yang legendaris di awal Orde Baru. ch Robin Simanullang, dari berbagai
sumber al: The Amien Rais Center ***
TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
wilujeng ngawangkong