Sekarang kita akan memasuki era globalisasi, dimana dampak positifnya adalah terbukanya berbagai kemudahan dan kenyamanan baik dalam segi ekonomi (bagi segelintir orang), informasi, teknologi, dan sosial, namun dampak negatifnya pun tak kalah hebatnya, di mana terdapat dehumanisasi, kesenjangan sosial, ketimpangan ekonomi, dan sekulerisasi.
Globalisasi merupakan sistem yang dianut oleh kapitalisme, dimana sistem tersebut meliberalkan politik, ekonomi dan bahkan agama. Globalisasi mengaharuskan pasar bebas, di mana perusahaan di suatu Negara bebas bersaing dengan Negara lain, dengan tanpa campur tangan Negara (Negara tidak boleh memproteksi perusahaan tersebut), Negara sudah tidak boleh memberikan lagi subsidi (termasuk terhadap kebutuhan publik, seperti pendidikan, kesehatan, BBM dll), Negara mengharuskan mem-privatisasi BUMN (Badan Usaha Milik Negara), Negara maju bersaing dengan negara miskin (siapa yang kuat, dialah yang menang), maka tak ayal lagi akan muncul segelintir orang-orang kaya yang memiliki pendapatan yang sangat besar, dan sebaliknya, banyak (mayoritas) penduduk bumi akan mendapatkan pendapatan yang sangat minim, dan itulah kesenjangan makin melebar.
Di saat ketimpangan sudah merajalela, manusia “yang kuat” menindas terhadap manusia “yang lemah”, yang tertindas makin termarginalkan (tersingkirkan), di saat “berhala-berhala materialistik” menjadi tempat bergantung, maka di sinilah Islam menjawab tantangan zaman, dimana sistem kapitalis sudah merampas hak-hak manusia dan ketidak pedulian terhadap nasib sosio-ekonomi ummat. Maka ekonomi syari’ah sangat di perlukan dewasa ini; karena Islam, kata M. Natsier dalam berbagai tulisannya (Yang Da’i Yang Politikus: hlm.60, karya Dadan Wildan): tidak semata-mata suatu agama, tetapi juga sebagai "pandangan hidup", yang meliputi soal-soal politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan. Islam adalah agama yang rahamatan lil ‘alamin, Islam peduli terhadap sesama ummat manusia, Islam sangat sangat ber-kepedulian sosial., sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu kearah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhynya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaaan dana dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”(Q.S al-Baqarah:177)
Ayat yang mulia ini mengandung kebajikan, kaidah-kaidah yang dalam, dan aqidah yang lurus (Tafsir Ibn Katsier: I: 193). Dan esensi dari ayat tersebut adalah ta’aat kepada Allah Swt; mengikuti apa yang telah disyari’atkan-Nya, maka inilah kebaikan, ketakwaan dan keimanan yang sempurna.
Dan salah satu syari’at-Nya (dalam ayat tersebut) yang mengandung kepedulian sosial adalah ibadah dengan harta, yaitu zakat; di mana dengan zakat tersebut akan mensucikan harta sekaligus mensucikan dan menyelamatkan jiwa dari materialisme yang hina, serta mensucikan jiwa dari sifat/perbuatan yang hina, yaitu bakhil.dan perbuatan dosa
Inilah salah satu syari’at Islam yang sangat humanisasi (memanusiakan manusia), sangat peduli terhadap sesama ummat manusia, bahkan orang yang tidak mengerjakannya (yang tidak mengeluarkan zakat) akan mendapat siksa yang sangat pedih, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis Bukhori:
“Dari Abu Hurairah ra katanya Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa diberi Allah kekayaan, tetapi tidak dibayarkanya zakatnya, nanti dihari kiamat hartanya itu akan menjadi ular yang mempunyai dua titik hitam sebelah atas kedua matanya, kemudian ular itu di kalungkan kelehernya dan menggigit pipinya. Katanya, inilah aku harta yang kamu tumpuk-tumpuk” Kemudian nabi membaca ayat: “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka, sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak dilehernya dihari kiamat….(Q.s. Ali-Imran:18)
Dengan pengelolaan (manajemen) zakat yang profesial dan amanah akan melahirkan suatu keadilan sosial, dia akan mengatasi berbagai problematika dan kebutuhan ummat yang mendasar, diantaranya orang-orang yang miskin bisa mengakses pendidikan yang lebih tinggi dan berkualitas (yang saat ini pendidikan tinggi sudah di komersilkan, hingga orang-orang kaya saja yang bisa menikmatinya), dengan program beasiswa yang di adakan oleh lembaga-lembaga zakat; orang-orang miskin yang sakit, bisa berobat di Rumah Sakit dengan perawatan dan obat-obatan, dengan program pengobatan dan perawatan gratis oleh lembaga-lembaga zakat tersebut, dll.
Maka dengan zakat tersebut, sangat jelaslah bahwa Islam adalah ajaran yang di tujukkan untuk kesejahteraan ummat. Zakat termasuk kebaikan-kebaikan Islam, yang datang dengan membawa persamaan hak, kasih sayang, tolong menolong antar sesama, untuk kemaslahatan dunia dan akhirat.
Dengan paparan tersebut, masihkah kita percaya akan sistem kapitalis yang menindas terhadap kaum lemah dan takut akan syrai’at-syariat Allah Swt, yang terbukti telah mensejahterakan ummat dan kemaslahatan di dunia dan akhirat?
Globalisasi merupakan sistem yang dianut oleh kapitalisme, dimana sistem tersebut meliberalkan politik, ekonomi dan bahkan agama. Globalisasi mengaharuskan pasar bebas, di mana perusahaan di suatu Negara bebas bersaing dengan Negara lain, dengan tanpa campur tangan Negara (Negara tidak boleh memproteksi perusahaan tersebut), Negara sudah tidak boleh memberikan lagi subsidi (termasuk terhadap kebutuhan publik, seperti pendidikan, kesehatan, BBM dll), Negara mengharuskan mem-privatisasi BUMN (Badan Usaha Milik Negara), Negara maju bersaing dengan negara miskin (siapa yang kuat, dialah yang menang), maka tak ayal lagi akan muncul segelintir orang-orang kaya yang memiliki pendapatan yang sangat besar, dan sebaliknya, banyak (mayoritas) penduduk bumi akan mendapatkan pendapatan yang sangat minim, dan itulah kesenjangan makin melebar.
Di saat ketimpangan sudah merajalela, manusia “yang kuat” menindas terhadap manusia “yang lemah”, yang tertindas makin termarginalkan (tersingkirkan), di saat “berhala-berhala materialistik” menjadi tempat bergantung, maka di sinilah Islam menjawab tantangan zaman, dimana sistem kapitalis sudah merampas hak-hak manusia dan ketidak pedulian terhadap nasib sosio-ekonomi ummat. Maka ekonomi syari’ah sangat di perlukan dewasa ini; karena Islam, kata M. Natsier dalam berbagai tulisannya (Yang Da’i Yang Politikus: hlm.60, karya Dadan Wildan): tidak semata-mata suatu agama, tetapi juga sebagai "pandangan hidup", yang meliputi soal-soal politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan. Islam adalah agama yang rahamatan lil ‘alamin, Islam peduli terhadap sesama ummat manusia, Islam sangat sangat ber-kepedulian sosial., sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu kearah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhynya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaaan dana dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”(Q.S al-Baqarah:177)
Ayat yang mulia ini mengandung kebajikan, kaidah-kaidah yang dalam, dan aqidah yang lurus (Tafsir Ibn Katsier: I: 193). Dan esensi dari ayat tersebut adalah ta’aat kepada Allah Swt; mengikuti apa yang telah disyari’atkan-Nya, maka inilah kebaikan, ketakwaan dan keimanan yang sempurna.
Dan salah satu syari’at-Nya (dalam ayat tersebut) yang mengandung kepedulian sosial adalah ibadah dengan harta, yaitu zakat; di mana dengan zakat tersebut akan mensucikan harta sekaligus mensucikan dan menyelamatkan jiwa dari materialisme yang hina, serta mensucikan jiwa dari sifat/perbuatan yang hina, yaitu bakhil.dan perbuatan dosa
Inilah salah satu syari’at Islam yang sangat humanisasi (memanusiakan manusia), sangat peduli terhadap sesama ummat manusia, bahkan orang yang tidak mengerjakannya (yang tidak mengeluarkan zakat) akan mendapat siksa yang sangat pedih, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis Bukhori:
“Dari Abu Hurairah ra katanya Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa diberi Allah kekayaan, tetapi tidak dibayarkanya zakatnya, nanti dihari kiamat hartanya itu akan menjadi ular yang mempunyai dua titik hitam sebelah atas kedua matanya, kemudian ular itu di kalungkan kelehernya dan menggigit pipinya. Katanya, inilah aku harta yang kamu tumpuk-tumpuk” Kemudian nabi membaca ayat: “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka, sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak dilehernya dihari kiamat….(Q.s. Ali-Imran:18)
Dengan pengelolaan (manajemen) zakat yang profesial dan amanah akan melahirkan suatu keadilan sosial, dia akan mengatasi berbagai problematika dan kebutuhan ummat yang mendasar, diantaranya orang-orang yang miskin bisa mengakses pendidikan yang lebih tinggi dan berkualitas (yang saat ini pendidikan tinggi sudah di komersilkan, hingga orang-orang kaya saja yang bisa menikmatinya), dengan program beasiswa yang di adakan oleh lembaga-lembaga zakat; orang-orang miskin yang sakit, bisa berobat di Rumah Sakit dengan perawatan dan obat-obatan, dengan program pengobatan dan perawatan gratis oleh lembaga-lembaga zakat tersebut, dll.
Maka dengan zakat tersebut, sangat jelaslah bahwa Islam adalah ajaran yang di tujukkan untuk kesejahteraan ummat. Zakat termasuk kebaikan-kebaikan Islam, yang datang dengan membawa persamaan hak, kasih sayang, tolong menolong antar sesama, untuk kemaslahatan dunia dan akhirat.
Dengan paparan tersebut, masihkah kita percaya akan sistem kapitalis yang menindas terhadap kaum lemah dan takut akan syrai’at-syariat Allah Swt, yang terbukti telah mensejahterakan ummat dan kemaslahatan di dunia dan akhirat?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
wilujeng ngawangkong