Jumat, 06 Desember 2013

Masih Adakah Jika Pemimpin Indonesia Mati Rakyatnya Menangis?

Jakarta. Masihkan adakah yang menangis, jika pemimpin Indonesia mati? Masih adakah yang bersedih, jika pemimpin Indonesia mati? Masih adakah yang merasa kehilangan, jika pemimpin Indonesia mati? Masih adakah yang berduka, jika pemimpin Indonesia mati? Masih adakah yang mendo’akan, jika pemimpin Indonesia mati?

Di Venezuela, ketika Presiden Hugo Chavez mati, berhari-hari rakyatnya  menangis. Begitu dalam kesedihan rakyatnya. Begitu dalam duka rakyatnya.  Begitu cinta-kasihnya rakyat  Venezuela terhadap Hugo Chavez. Mereka berduka untuk pemimpin mereka yang pergi.
Mereka merasa kehilangan. Seperti seorang anak kehilangan ayahnya. Rakyat Venezuela menganggap Hugo Chavez, seperti ayahnya. Menjaga,merawat, dan  melindungi rakyatnya. Kematiannya menghiasi halaman depan media-media internasional, dan dikupas profil pribadinya, dan   sangat menarik.
Venezuela bukan negara besar di kawasan Amerika Latin. Penduduknya berjumlah 29 juta. Venezuela secara geopolitik, tidak terlalu penting di kawasan itu, dibandingkan dengan Argentina, atau Brazil. Namun, Hugo Chavez, tetap terpandang, dan mempunyai pengaruh yang besar di Amerika Latin, dan selalu menjadi perbincangan dikalangan pemimpin dunia.
Mengapa? Hugo Chavez, adalah pemimpin Amerika Latin, yang memiliki keberanian, dan sikapnya itu, tak pernah luruh dan berubah. Sikapnya yang berani itu, semata-mata, karena kecintaannya kepada tanah air, dan rakyatnya. Hugo Chavez menganut paham ideologi sosialis, dan mengerti nasib rakyatnya.
Hugo Chavez, satu-satunya pemimpin Amerika Latin yang secara vokal (terus terang) berani melawan Amerika. Tidak merasa takut sedikitpun menghadapi Amerika. Hugo Chavez tidak peduli terhadap negara Amerika sebagai super power. Chavez melakukan kampanye anti Amerika di Amerika Latin, dan pribadinya mengilhami seluruh gerakan pembebasan di Amerika menentang hegemoni Amerika.
Venezuela melakukan nasionalisasi minyak negeri itu dari perusahaan asing, terutama Amerika, dan dikelola oleh negara itu.Semua asset negara dan sumber daya alam (SDA) Venezuela, diambil alih oleh negara. Sikap ini diambil oleh Hugo Chavez.
Kekayaan negara hanya diperuntukkan bagi rakyatnya. Tidak peduli dengan kecaman dari perusahaan   raksasa minyak yang tergabung dalam “The Seven Sisters”, tujuh perusahaan minyak global, milik Yahudi yang mengeruk keuntungan di Venezuela, dia potong tangan mereka.
Berulangkali Amerika berusaha menggulingkan Hugo Chavez melalui kelompok oposisi yang dibiayai oleh Amerika dengan aksi demonstrasi. Amerika melalui operasi intelijen CIA berusaha membunuh Hugo Chavez, tetapi gagal. Usaha-usaha mengakhiri kekuasaan Hugo Chavez tidak berhasil,   dan terakhir Chavez terkena kanker, dan mati. Tetapi, Hugo Chavez, tetap seperti hidup dikalangan rakyatnya, dan pribadinya tetap memberikan inspirasi.
Kurang dari lima tahun kekuasaan Hugo Chavez berkuasa di Venezuela, tetapi berhasil mengubah kehidupan rakyatnya. Rakyatnya yang miskin, dan hidup dengan standar yang sangat rendah, sekarang berubah. Ekonomi Venezuela lebih baik, dan tingkat income rakyat Venezuela lebih tinggi, dibandingkan dengan negara Amerika Latin lainnya.
Sekarang bandingkan dengan Indonesia. Bandingkan antara Venezuela  dengan Indonesia. Venezuela penduduknya tidak sampai 10 juta. Indonesia penduduknya 250 juta.  Luas Indonesia tiga kali daratan Eropa. Memiliki sumber daya alam yang melimpah. Tak  terbatas. Begitu luar biasanya karunia yang diberikan oleh Allah Azza Wa Jalla kepada bangsa Indonesia. Mereka memiliki pedoman Al-Qur'an dan As-Sunnah. Apa yang salah dengan bangsa ini?
Mayoritas penduduknya Muslim. Presiden, Wakil  Presiden, Anggota Parlemen, Menteri, Gubernur, Bupati, Walikota semua Muslim. Luar biasa. Indonesia merupakan negara terbesar di dunia berpenduduk Muslim.
Tetapi, adakah pemimpin Indonesia yang memiliki keberanian menentang Amerika dan Barat. Tidak ada. Soekarno menentang Amerika, tetapi menjadi bagian dari kepentingan Uni Soviet dan RRC. Soekarno hanya pandai beretorika dan melakukan demagogi, tetapi tidak dapat membebaskan bangsanya dari keterbelakangan, dan menjadi bangsa mandiri.
Sekarang pemimpin dan calon pemimpin Indonesia hanyalah tokoh-tokoh yang setia  kepada Amerika dan Barat. Pemimpin dan calon pemimpin Indonesia hanyalah pelayan bagi kepentingan Amerika, Barat, serta asing.  Mereka jenis komprador asing. Mereka hanyalah menjadi  alat  penjajah  asing, yang menguasai tanah air Indonesia. Tidak ada diantara pemimpin yang berjiwa nasionalis.
Bahkan, pemimpin yang selalu meneriakkan nasionalisme, termasuk partai yang mengaku partai nasionalis sekalipun. Bahkan, ada calon pemimpin (presiden), tanpa malu dan risih, terus terang mengakui kekaguman dan berkiblat kepada Amerika dan Barat. Inikah protipe pemimpin Indonesia.
Mereka menyerahkan “wala” (loyalitasnya) kepada asing, dan mereka tidak berani bersikap “bara” (membenci, memusuhi, dan memerangi) terhadap asing  yang notabene adalah kafir.
Para pemimpin dan tokoh Indonesia sudah dicabut dari dalam hatinya sikap “saja’ah” (keberanian), dan yang ada tinggal sikap “mengekor”. Pantas Dr.AM.Saefuddin, sampai berani mengatakan, “menggigit ekor anjing”, demi mendapatkan apapun, termasuk kekuasaan. Bisa bersekongkol dengan siapapun dan apapun demi kekuasaan. Maka, layak Indonesia dijajah, dan dikuasai oleh asing.
Indonesia diperlakukan secara hina, dan sangat tidak bermartabat, tetapi tidak berani bertindak tegas. Bagaimana Presiden, Istri Presiden, Wakil Presiden, Menteri-Menteri, alat komunikasinya disadap oleh asing, tapi tidak berani melakukan tindakan yang tegas. Masih berdiplomasi. Ini semuanya, karena sikap “saja’ah” sudah dicabut dari hati para pemimpin dan tokoh Indonesia.
Begitu pula, rakyatnya sudah tidak lagi memiliki sikap “saja’ah”, dan “furqon”, membiarkan segala kekufuran, kemusyrikan, kebathilan, kemaksiatan, kesesatan, dan berbagai fahisah (dosa besar). Mereka nyaman dengan segala bentuk keburukan dan kebathilan. Tidak berani menentang, dan bersikap bara’ terhadap segala yang merusak.
Tidak aneh kalau rakyat dan bangsa yang dhamirnya (perasaan hati) sudah mati, karena dosa, bisa hidup nyaman dengan berbagai hal yang dibenci oleh Allah dan Rasul Shallahu alaihi wassalam. Karena mereka sudah tidak lagi menyembah semata kepada Allah Rabbul Alamin. Wallahu'alam. *mashadi. (voa-islam.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

wilujeng ngawangkong